Quantcast
Channel: YAKUZA1
Viewing all 285 articles
Browse latest View live

Kenapa Hilal Bulan Baru Minimal Diharuskan 2 Derajat?

$
0
0

Pertanyaan:

Assalamu ‘Alaikum WR. WB.

Buya Yahya saya mau nanya masalah Ru’yah, apakah ada hadits yang menerangkan ukuran Hilal minimal 2 derajat dari permukaan bumi? Setahu saya ada hadits yang berbunyi “Berpuasalah kamu karena melihat bulan dan berbukalah kamu karena melihat bulan pula, apabila cuaca mendung maka sempurnaknlah bulan Sya’ban menjadi 30 hari.” Apakah hadits tersebut ada kriteria tentang ukuran-ukuran bulan berapa derajat untuk menentukan awal bulan baru, atas jawabanya saya ucapkan terima kasih.

Wa’alaikum Salam WR. WB.

Buya Yahya Menjawab:

Telah jelas riwayat dari Rasulullah SAW bahwa pergantian bulan adalah ditandai dengan hilal atau sering dikenal Ru’yatul Hilal, seperti disebutkan oleh Rasulullah:

صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ

Dan hal ini amatlah sederhana, tidak pelik dan rumit bisa kita katakan tanpa syarat, tidak perlu keahlian ilmu yang khusus itulah kemudahan syariat Islam dan kemudian ilmu cara melihat bulan itu berkembang. Diupayakan oleh para Ulama dalam menentukan Hilal awal bulan dengan memadukan ilmu Falak/ Hisab. Maka penjelasan dari mereka para Ulama tentang cara Ru’yatul Hilal yang semula tidak bersyarat menjadi bersyarat (seperti minimal 2 derajat sebab jika kurang dari 2 derajat tidak mungkin hilal terlihat) dan kalau kita perhatikan syarat-sayarat yang disebutkan oleh pakar ilmu Falak tentang cara melihat Hilal tidak bertentangan dengan hakikat cara melihat Hilal yang alami (mata telanjang), bahkan syarat-syarat tersebut lebih mempunyai makna membantu, menjelaskan dan mengukuhkan cara melihat Hilal secara alami, jadi syarat-syarat tersebut sangatlah boleh untuk kita patuhi dan kita dengar.

Wallahu A’lam Bish-Showab.

Oleh: Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah Al Bahjah Cirebon.


Sikap Tawadhu

$
0
0

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman di dalam al-Qru’an Surat asy-Syu’ara’ ayat 215:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ المُؤْمِنِيْنَ

Dan rendahkan dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.”

Dari ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, “Duhai Muhammad Rasulullah, rendahkanlah sayapmu“. Ini perintah Allah Ta’ala kepada baginda Nabi Muhammad Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam untuk meletakan sayapnya sebagai bentuk bertawadhu atau rendah hati.

Lalu, kepada siapakah beliau Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam disuruh bertawadhu? Apakah kepada guru Rasulullah? Atau kepada siapapun maksud dari ayat tersebut meskipun Rasulullah adalah afdholu kholqi ajma’in (sebaik-baik makhluk)? Coba tengok, adakah orang yang lebih baik dari Rasulullah?

Di situ Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan kepada Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam untuk merendahkan sayapnya kepada orang-orang yang mengikutinya, yakni orang-orang yang beriman. Jangan takabur (sombong) kepada orang-orang yang beriman.

Kalau Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam diperintahkan oleh Allah untuk merendahkan sayap, bersikap tawadhu kepada semua orang yang beriman, baik imannya tinggi maupun yang rendah, menggeneralkan dalam ayat tersebut untuk bertawadhu, lalu bagaimana dengan kita yang kedudukannya jauh dan sangat jauh dari Rasulullah? Kedudukan kita bahkan tidak sampai sebesar debu bila dibandingkan dengan kedudukan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam, kok hendak bertakabur kepada orang lain? Siapakah diri kita ini yang menganggap lebih baik dari orang lain? Sementara orang yang paling dicintai oleh Allah sebagai sebaik-baik makhluk diperintahkan untuk bertawadhu kepada semua makhluk. Lalu, apa hak kita sampai bisa berbuat merendahkan orang lain?

Lihatlah duhai saudara/ saudariku, perhatikan di sekitar kita di akhir zaman sekarang ini, zaman yang penuh fitnah meraja lela di mana-mana, disadari atau tidak terkadang kita suka merendahkan orang lain baik dengan perkataan kita atau pun melalui tulisan kita seperti di Whatsapp, ataupun melalui komentar-komentar yang ada di Facebook, Twitter, dan situs-situs lain. Siapakah kita berani berbuat merendahkan orang lain sedangkan Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam yang diutus untuk kita diajarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk bersikap tawadhu. Mari belajarlah dari ajaran yang Allah ajarkan kepada Rasulullah untuk bertawadhu, merendahkan hati, insya Allah kita akan diangkat derajatnya oleh Allah di dunia ini, sebelum nanti di alam barzakh dan sebelum di akhirat kelak. Akan tetapi, jika sebaliknya kita bersikap takabur dan sombong di atas muka bumi ini maka tidak akan ada kedudukan yang nyata yang akan diperolehnya di dunia apalagi nanti di alam barzakh dan akhirat kelak. Semoga Allah melindungi kita dari sifat takabur.

Hamba Allah pilihan yang mendapat pujian dari Allah adalah mereka yang berjalan di atas muka bumi ini dengan penuh kerendahan hati. Yaitu jika ada orang yang berbuat jahil, berbuat jahat, atau berbicara kepadanya dengan perkataan yang tidak baik, menghina, memaki, mencemooh, dan menjelek-jelekan maka hamba ini akan bersikap berkata yang selamat (Qolu Salaman). Ia tidak membalas hinaan, makian, cemooh, dan cacian dengan balasan serupa (hinaan, makian, cemooh, dan cacian). Tidak membalas 1 cacian dengan berbagai macam cacian lain, tidak membalas cacian dengan puluhan atau ribuan cacian lain. Namun, ia akan membalasnya dengan perkataannya yang baik kepada orang yang merendahkan dirinya.

Inilah hamba Allah yang mendapat predikat pujian di sisi Allah bilamana berhubungan termasuk dengan orang yang jahil, berbuat jahat, dan merendahkan dirinya baik melalui cacian dan makian adalah tidak mengambil sikap yang sama dengan orang tersebut.

Kita memohon kepada Allah, semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menghidupkan akhlak Rasulullah Shollallohu ‘Alaihi wa Alihi wa Shohbihi wa Sallam di dalam diri kita dan keluarga kita. Dan mudah-mudahan Allah karuniakan kita akhlak yang mulia, akhlak yang baik, akhlak nabawiyah, serta menjadikan kita sebagai hamba yang tawadhu, bukan sebagai hamba yang takabur yang suka merendahkan saudaranya sendiri.

(Disarikan dari kajian yang disampaikan oleh Sayyidil Habib Ali Zaenal Abidin bin Abu Bakar al-Hamid, Pengasuh Majelis Ta’lim Darul Murtadza Malaysia).

Kisah Hikmah: Seorang Pria Buta dengan Kekasihnya

$
0
0

Kisah ini berawal dari seorang pria buta yang membenci dirinya sendiri dikarenakan kebutaannya itu. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya seorang. Kekasihnya itu selalu berada disampingnya untuk menemani, menjaga, dan menghiburnya. Dia pun berjanji akan menikahi kekasihnya ini bilamana suatu ketika dia sudah bisa melihat dunia.

Pada suatu hari, ada seseorang yang dengan sukarela mendonorkan sepasang mata kepada sang pria buta tersebut sehingga akhirnya dia bisa melihat dunia ini lagi dan termasuk bisa melihat kekasihnya juga.

Kekasihnya bertanya, “Sekarang kamu sudah bisa melihat dunia. Apakah kamu mau menikah denganku?

Pria itu kaget dan terguncang hatinya saat melihat bahwasanya kekasihnya yang selama ini menjaganya ternyata seorang wanita buta. Dia pun menolak untuk menikahi kekasihnya itu. Tak ayal, kekasihnya begitu kecewa dan akhirnya pergi meninggalkannya dengan hati yang hancur dan berlinang air mata, kemudian dia dengan susah payah menulis secarik kertas yang isinya singkat kepada pria itu, “Sayangku, tolong jaga baik-baik kedua bola mataku“. Masya Allah….

Kisah di atas memang pendek tetapi memiliki makna yang mendalam dan banyak memberikan pelajaran kepada kita. Dalam cerita ini diperlihatkan bagaimana pikiran manusia yang begitu cepat sekali berubah di saat apabila status hidupnya sudah berubah menjadi baik. Hanya sedikit orang yang ingat bagaimana keadaan hidup sebelumnya, dan jauh lebih sedikit lagi yang ingat terhadap siapa dia harus berterima kasih dan membalas budi karena telah menopangnya pada saat dia dalam kesusahan.

Mari kita renungkan duhai saudara/ saudariku. Hari ini sebelum engkau berpikir untuk mengucapkan kata-kata kasar, ingatlah akan seseorang yang tidak “bisa berbicara”. Sebelum engkau mengeluh tentang cita rasa makananmu, ingatlah akan seseorang yang tidak punya sesuatu apapun untuk “dimakan”. Sebelum engkau mengeluh tentang suami atau isterimu, ingatlah akan seseorang yang menangis sebab dia “kehilangan” pasangan hidupnya. Sebelum engkau mengeluh tentang hidupmu, ingatlah akan seseorang yang begitu cepat sudah “dipanggil kembali kepada Allah”. Sebelum engkau mengeluh tentang anak-anakmu, ingatlah akan seseorang yang begitu mengharapkan kehadiran seorang anak, tetapi belum “mendapatinya”.

Hidup ini adalah Anugerah, sebab itu bersyukurlah selama engkau masih hidup dengan apapun yang engkau punyai. Renungkan…. begitu banyak nikmat yang Allah Ta’ala berikan kepada kita selama hidup kita di dunia ini, namun sudahkan kita mensyukurinya atau malah sebaliknya selalu berkeluh kesah?

Syukur sebagaimana diungkapkan oleh para ulama dibagi menjadi 3 bagian, yaitu syukur dengan hati, syukur dengan lisan, dan syukur dengan anggota badan. Syukur dengan hati, yakni kita sadar dan mengakui bahwa kenikmatan yang kita dapatkan itu sesungguhnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak ada sesuatu nikmat pun yang diterima oleh seseorang kecuali itu datangnya dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sementara syukur dengan lisan, yakni dengan kita mengucapkan kalimat Hamdalah atau Alhamdulillah. Dikatakan tidaklah seorang hamba yang dia itu dikasih satu nikmat oleh Allah kemudian ia mengucapkan Alhamdulillah atas nikmat itu terkecuali ia telah menunaikan syukurnya atas nikmat tersebut kepada Allah. Dan yang terakhir, syukur dengan anggota badan, yakni dengan kita mensyukuri nikmat itu dengan melakukan amalan kebaikan. Jadi, kita bersyukur dengan hati kita yang mengakui nikmat itu, lisan kita yang mengucapkan Alhamdulillah, dan menggunakan nikmat itu dengan kita berbuat dan beramal yang baik.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba yang senantiasa bersyukur dan bukan hamba yang kufur, dan dimudahkan kita menjadi orang yang lisan kita selalu memuji kepada Allah Ta’ala, mengucapkan kalimat Hamdalah, kemudian diikuti dengan anggota tubuh kita atas nikmat yang Allah berikan kepada kita, dijadikan tubuh kita bergerak berbuat dengan amal yang menandakan kita bersyukur atas nikmat tadi.

Oleh: Hamba Allah.

Hukum Menolak Dinikahkan Dengan Calon yang Tidak Dicintai

$
0
0

Pertanyaan:

Assalamu ‘Alaikum WR. WB.

Buya Yahya, Saya ini adalah seorang wanita yang berumur 25 tahun dan belum menikah, akan tetapi orangtua saya memaksa saya untuk menikah dengan laki-laki yang tidak saya cintai, apakah saya boleh menolak perintah orang tua saya? Tolong jawabannya Buya Yahya….

Wa’alaikum Salam WR. WB.

Buya Yahya Menjawab:

Kita berkewajiban untuk patuh, berbakti kepada orang tua dan agar tidak durhaka. Termasuk di dalam masalah pernikahan, bahkan kebanyakan kedurhakaan seorang anak bermula dari masalah pernikahan. Mulai saat memilih atau setelah menikah, karena mengikuti hawa nafsu seorang anak menyakiti orang tua tanpa ia sadari.

Usia anda 25 tahun itu adalah usia menikah. Apa alasan anda menolak? jika alasannya karena laki-laki tersebut tidak baik agama dan akhlaqnya maka penolakan anda dibenarkan. Akan tetapi jika penolakan anda tanpa alasan atau karena anda punya calon sendiri itu adalah hakekat kedurhakaan kepada orang tua. Kalau memang pilihan orang tua anda adalah orang baik yang layak menjadi suami anda (sekufu) dan hati anda sehat tentu anda sangat senang dengan pilihan orang tua anda. Dan anda tidak akan menolak kecuali hati anda yang sakit karena sudah tidak hormat dan patuh pada orang tua atau karena anda sudah terlanjur mencintai seseorang. Kedua-duanya adalah awal bencana kedurhakaan. Mohon di koreksi kembali sebab penolakan anda.

Wallahu A’lam Bishshowab.

Oleh: Buya Yahya, Pengasuh Lembaga Pengembagan Dakwah Al Bahjah Cirebon.

Ibadah di Masjid Raya Aceh Harus Sesuai Ahlussunnah Wal Jamaah Asy-Syafi’iyah

$
0
0

Masjid Raya Baiturrahman merupakan masjid kebanggaan orang Aceh. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan ibadahnya haruslah mengacu yang sesuai dengan ahlussunnah wal jamaah atau mazhab Syafi’i. Hal tersebut dikatakan oleh Ketua DPR Aceh, Tgk Muharuddin di rumah dinasnya di Blang Padang, Selasa, 9 Juni 2015.

“Saya selaku ketua DPR Aceh, telah melakukan koordinasi dengan tokoh ulama Aceh dan juga Ormas Islam, kalau kita lihat kondisi dan budaya masyarakat di Aceh pelaksanaan ibadah di Masjid Raya itu harus bermazhab Syafi’i atau ahlussunnah wal jamaah,” katanya.

Teungku Muharuddin juga menambahkan bahwa tata cara pelaksanaan ibadah shalat Jum’at seperti, azan Jumat sebanyak dua kali, khutbah Jumat wajib muwalat dan khatib diharuskan memegang tongkat yang diserahkan oleh bilal.

“Jadi saya pikir itu yang harus dilakukan oleh Gubernur Aceh, kemudian juga dalam pengisian khatib, kenapa tidak kita coba misalnya memakai khatib ulama kharismatik Aceh,” ujarnya.

Menurutntya, seharusnya yang menjadi khatib di Masjid Raya Baiturahman haruslah ulama kharismatik yang ada di Aceh seperti Abu Kuta Krueng, Abu Tumin, kemudian Abu Paya Pasi serta Waled Nu. “Seharusnya ulama-ulama seperti itu yang menjadi khatib setiap ibdah Jumatnya,” kata Ketua DPR Aceh.

Alhamdulillah, kali ini kalangan wakil rakyat di DPR Aceh cukup membanggakan dan menyejukkan umat lslam Ahlussunnah Waljamaah di mana telah membuat sebuah kesepakatan dengan para Alim Ulama Aceh dan Ormas-ormas lslam akan hal tata cara pelaksnaan ibadah di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Diketahui sebagaimana sebelumnya pelaksanaan tatacara ibadah di mesjid tersebut jauh dari apa yang diharapkan dan tidak sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh ulama-ulama Asy-Syafi’iyah.

Sebagaimana hasil Rapat Koordinasi Pimpinan/ Anggota DPR Aceh dengan Tokoh Ulama Aceh dan sejumlah Ormas lslam, tentang Pelaksanaan Ibadah Di Mesjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, menjelaskan;

Tata cara pelaksanaan pelaksanaan ibadah di Mesjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, telah menghasilkan beberapa kesepakatan sebagai berikut;

I. Tata Cara Pelaksanaan Ibadah Shalat Jum’at:
1. Azan Jum’at dilakukan dua kali,
2. Khutbah Jum’at wajib muwalat
3. Khatib sunnat memegang tongkat yang diserahkan oleh Tgk.Bilal,
4. Mimbar harus mengikuti format mimbar yang ada di Mesjid Nabawi,
5. Pasca shalat Jum’at dilanjutkan dengan Do’a (termasuk Do’a untuk kebaikan Pemimpin dan Rakyat Aceh),
6. Khatib Jum’at harus diisi oleh tokoh-tokoh ulama Aceh,
7. Pelaksanaan sebagaimana tatacara tersebut di atas sudah harus dilaksanakan pada hari Jum’at, tanggal 12 Juni 2015, dan yang bertindak sebagai Khatib adalah Tgk. Nuruzzahri (Waled NU), sedangkan yang bertindak sebagai Imam shalat Juma’at adalah Tgk.Zamhuri, dan yang bertindak sebagai Muazzin pertama Tgk.Suherman dan Muazzin kedua Tgk.Abdullah Ibrahim, kemudian yang menjadi Bilal adalah Tgk.H.Zulkifli Juned.
8. Yang mengatur dan mengurus pelaksanaan ibadah di Mesjid Raya selanjutnya akan dilaksanakan oleh pengurus Mesjid Raya Baiturrahman, dengan terlebih dulu dikoordinasikan dengan pihak-pihak sebagai berikut;
a. Tgk.Ali Basyah Usman (Ketua Majelis Ulama Nanggroe Aceh),
b. Tgk H. Tu Bulqaini Tanjongan (Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh),
c. Tgk.H. Ahmad Tadjuddin atau Abi Lampisang (Ketua FPI Aceh), dan
d. Tgk.H. Muhammad Daud Hasbi (Ketua PB.Ishafuddin Aceh).

II. Tata Cara Pelaksnaan Ibadat Shalat Tarawih
Shalat Tarawih dilakukan dengan 20 (dua puluh) rakaat secara brkesinambungan dan diselingi dengan shalawat Nabi dan do’a serta dilanjutkan dengan 3 (tiga) raka’at shalat Witir dengan 2 (dua) kali salam.

Akhir suratnya juga menuliskan sebagai catatan penting;
Apabila kesepakatan sebagaimana termaktub di atas tidak dilaksanakan oleh Pengurus Mesjid Raya Baiturrahman, maka pengaturan dan pengurusan tatacara pelaksanaan ibadah selanjutnya akan dilaksanakan oleh nama-nama di bawah ini sebagai delegasi tokoh ulama dan ormas lslam Aceh, sebagai berikut;
a. Tgk.Ali Basyah Usman (Ketua Majelis Ulama Nanggroe Aceh),
b. Tgk H. Tu Bulqaini Tanjongan (Sekjen Himpunan Ulama Dayah Aceh),
c. Tgk.H. Ahmad Tadjuddin atau Abi Lampisang (Ketua FPI Aceh), dan
d. Tgk.H. Muhammad Daud Hasbi (Ketua PB.Ishafuddin Aceh).

Demikian surat kesepakatan bersama tersebut dibuat, untuk dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaannya.

Banda Aceh, 9 Juni 2015
Tertanda
Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
Ketua Tgk H.Muharruddin, S.Sos.I

Demikianlah bentuk surat tersebut berupa tahniah kepada Pemrintah Aceh agar dapat menjadi perhatiannya dalam melaksanakan tatacara peribadatan di mesjid kebanggaan umat lslam Aceh. Semoga oleh umara tersebut (Gubernur Aceh, Zaini Abdullah) dapat mewujudkannya.

Persiapan Menyambut Ramadhan

$
0
0

Bulan agung telah tiba, bulan mulia telah datang, di bulan itulah Allah SWT memuliakan banyak sekali dari hamba-hamba-Nya. Dan yang akan mendapatkan kemuliaan di bulan suci Ramadhan adalah hamba-hamba yang tahu keagungan Ramadhan. Yang mendapatkan keagungan di bulan suci Ramadhan adalah hamba-hamba yang benar-benar menyambut berita gembira kabar datangnya bulan suci Ramadhan, bulan penuh pengampunan, bulan penuh rahmat dari Allah SWT, bulan yang Allah SWT membebaskan hamba-hamba-Nya dari api neraka. Dan sungguh itu adalah bulan keberuntungan.

Sungguh rugi orang yang ternyata bisa bertemu dengan bulan suci Ramadhan akan tetapi dia bukan termasuk orang yang diampuni, bukan termasuk orang yang mendapatkan rahmat dari Allah SWT, bukan termasuk orang yang mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Seperti yang pernah disabdakan oleh Nabi, suatu ketika Rasulullah SAW berada di mimbar, lalu mengatakan kalimat, “Amin.” lalu para sahabat Nabi bertanya, “Siapa yang di doakan dan siapa yang berdoa? Rasulullah SAW menjawab : Malaikat Jibril As berkata : Orang yang memasuki bulan ramadhan akan tetapi belum diampuni dosanya oleh Allah SWT, sungguh ia adalah hamba yang terkutuk. Kemudian Aku katakan Amiin. Artinya ada orang memasuki bulan suci Ramadhan akan tetapi, tidak ada semangat juang untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjauhi kemaksiatan. Maka orang-orang seperti ini termasuk orang-orang yang terkutuk dan tidak beruntung. Karena di bulan Ramadhan Allah SWT memberikan diskon besar-besaran kepada hamba-Nya. Semua amal kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah SWT dengan lipat ganda yang tidak pernah ada kecuali di bulan suci Ramadhan.

Seperti ini adalah termasuk kemuliaan dan keistimewaan umat Nabi Muhammad SAW seperti yang pernah diadukan oleh sahabat Nabi, bahwa umat nabi Muhammad ini umurnya pendak-pendek, sementara umat-umat terdahulu umurnya panjang. Jika mereka itu shaleh tentu pangkat mereka akan tinggi karena bisa melakukan ibadah yang amat panjang. Akan tetapi dijawab oleh Rasulullah SAW dengan jawaban yang indah, “Memang umatku adalah usianya pendek akan tetapi, Allah telah memberikannya Ramadhan dan juga Allah telah memberikannya lailatul qadar. yang Allah SWT akan melipatgandakan pahala amal ibadah umat islam pada bulan romadhon dan lailatulqodar. Maka dari itu, jangan sampai ada dari kita yang tertinggal dari rombongan orang yang beruntung dibulan suci ramadhan. Jangan sampai ada diantara kita ini orang yang lalai dengan Ramadhan.

Dalam menyambut bulan Romadhon kita harus mempersiapkan dengan dua persiapan, persiapan lahir dan batin.
Pertama persiapan lahir. Persiapan lahir adalah dengan melihat disekitar kita dan mencari sebab-sebab yang menjadikan kita dekat dan khusuk kepada Allah SWT. Fasilitas dhahir mulai dari mushaf, baju, mushala, termasuk kebutuhan-kebutuhan yang ada dirumah kita. Jika ada yang kurang mari kita penuhi.

Mempersiapkan jadwal-jadwal untuk amal ibadah yang harus kita laksanakan dibulan suci Ramadhan. Jangan sampai waktu bulan suci Ramadhan ini berlalu begitu saja. Jika kita tidak berpikir apa yang akan kita lakukan, amat sulit bagi kita untuk melakukannya jika tiba waktunya. Akan tetapi tanda bahwa kita rindu dan mengagungkan bulan suci Ramadhan dan tanda bahwasanya kita ingin di agungkan oleh Allah SWT, maka saat ini harus kita rencanakan amal-amal ibadah yang akan kita lakukan. Termasuk urusan dunia yang harus kita lakukan pun harus di masukan di dalam jadwal kita untuk melaksanakan amal akhirat. Kalau kita telah rinci dan rapi dalam menyusun sebuah rencana, maka sesungguhnya kita tinggal melaksanakannya. Dan rencana yang kita susun itu tidak lain adalah tanda bahwasanya kita rindu kepada Ramadhan yang artinya juga rindu kepada Allah SWT.

Yang bekerja jangan sampai lupa, bahwa pekerjaan adalah sangat mulia, kalau memang didasarkan atau niat yang benar karena Allah SWT. Kalau orang yang bekerja mungkin sulit untuk melakukan shalat atau membaca al Qur’an, akan tetapi jangan sampai mulut ini diam dari dzikir kepada Allah SWT. Yang berada dipasar-pasar pun demikian berhenti menghindari omongan yang kotor, lalu merubah lidah kita dengan menyebut nama Allah SWT, adalah tanda bahwa kita adalah orang yang mengerti keagungan bulan suci Ramadhan dan masih banyak yang lainnya. Kegiatan-kegiatan yang kita lakukan harus kita atur dan kita rapikan. Jangan sampai kita ini melakukan suatu pekerjaan yang tidak penting di saat-saat kita harus membaca al qur’an dan melakukan ibadah tarawih dan sebagainya. Ini adalah termasuk tanda bahwasanya kita mengagungkan bulan suci Ramadhan.

Yang kedua adalah persiapan batin. Persiapan bathin di sini artinya kita harus benar-benar mempersiapkan hati kita, agar kita bisa beruntung di bulan suci Ramadhan. Mempersiapkan hati, dengan ketulusan mengabdi kepada Allah, menghilangkan ketekaburan, menghilangkan rasa dengki. Karena takabur atau sombong, dengki dan ngiri itu hanya akan menjadikan kita melakukan ibadah puasa itu terasa berat dan tidak diterima oleh Allah SWT. Berat karena Cape hati, sebab hati kita kotor, mendengki orang lain, melihat orang lain mendapat nikmat sakit hingga akhirnya menggunjing orang yang kita dengki. Takabur dengan merasa kita ini lebih dari yang lainnya, sehingga muncul di hati kita rasa mudah tersinggung, mudah marah, mudah emosi atau bahkan meremehkan orang lain. Hal yang semacam ini adalah sangat menyakitkan hati, karena penyakit-penyakit semacam ini biarpun kita tidak bersentuhan fisik dengan orang-orang yang kita benci atau orang yang kita dengki. Khususnya jika hal ini terjadi kepada orang-orang yang sangat dekat kepada kita, baik itu orang tua, suami, isteri, saudara, anak dan lain sebagainya. Kedengkian, ketakaburan dan kebencian yang muncul di antara kita di antara orang-orang yang dekat adalah sangat pedih di rasakan. Akan tetapi jika kita ingin menjadi orang yang beruntung di bulan suci Ramadhan, haruslah kita ini menyingkirkan yang demikian itu. Jangan sampai kita berlalut-larut di dalam kehinaan, berlarut-larut di dalam kekotoran hati ini. Maka mulai saat ini, mari kita membersihkan hati kita, kita pangkas kesombongan dan kita pangkas kedengkian dan dendam dengan cara seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Yang pertama adalah kita selalu koreksi kedalam diri kita. Jangan merasa bahwasannya kita tidak punya penyakit hati. Kita harus selalu terus mencermati hati kita dan mencermati hawa nafsu kita. Jangan sampai kita lalai mengontrol hawa nafsu kita. Yang lalai mengontrolnya, maka akan terjerumus. Tetapi kalau kita selalu mengontrol diri kita pun akan selamat. Dan lebih dari itu, ini adalah makna perintah Allah SWT. yang di jelaskan oleh para ulama bahwa segala ilmu yang kita peroleh adalah untuk menjaga diri kita sendiri sebelum orang lain, kalau sudah diri kita baik, kita menata diri kita, baru saat itu kita melihat orang-orang yang berada disekitar kita.

Kemudian yang kedua adalah mari kita saling berdoa di antara kita, jangan samapai kita pelit berdo’a. Termasuk marilah kita berdoa dengan segala kebaikan terhadap orang-orang yang bermasalah dengan kita. Orang yang kita dengki, orang yang kita benci, orang yang kita dendami, orang yang bermusuhan dengan kita, orang yang berbohong kepada kita, orang yang berbuat curang (dhalim) kepada kita. Kita do’akan semuanya dengan do’a-do’a yang baik-baik. Itu adalah pembersih hati kita dan lebih dari itu Allah SWT akan mengagungkan orang yang senantiasa berjuang untuk memerangi hawa nafsunya yang penuh dengan kekotoran itu. Dan disaat kita sudah berusaha membersihkan hati kita yang demikian ini, maka Ramadhan akan lebih bermakna. Kita akan merasakan keindahan dalam bulan Ramadhan. Diantara suami isteri yang mesra dan indah, sangat mudah untuk melakukan ibadah. Kakak beradik yang mesra sangat mudah untuk melakukan tegur menegur di dalam meningkatkan kualitas keimanan, ketaqwaan dan akhlak yang mulia. Dan begitu juga kita dengan tetangga kalau sudah hati kita tertata, tidak ada kesombongan tidak ada saling meremehkan, yang ada adalah kerinduan untuk menyampaikan kebaikan, maka sungguh di saat itu sangat mudah bagi kita untuk mewujudkan dan menghadirkan ibadah-ibadah di bulan suci Ramadhan.

Dengan begitu maka kita akan menjadi orang-orang yang beruntung di bulan suci Ramadhan. Keluar di bulan suci Ramadhan menjadi orang yang bertaqwa, yang hakikat taqwa itu adalah kita itu semakin baik kepada Allah dan semakin baik kepada sesama manusia. Yang baik kepada Allah SWT tidak baik kepada manusia, bukanlah orang yang bertaqwa dan yang baik kepada manusia saja, tapi ternyata tidak khusuk kepada Allah SWT tidak rindu kepada Allah SWT bukanlah orang yang bertaqwa. Taqwa adalah gabungan dua makna keharmonisan, keindahan kepada Allah SWT, sekaligus keharmonisan dan keindahan kepada sesama manusia yang dalam hal ini adalah buah manfaat puasa yang kita lakukan seperti yang di firmankan Allah SWT dalam Al Qur’an. Wallahu a’lam bissawab.

Oleh: Buya Yahya, Pengasuh LPD Al-Bahjah Cirebon – www.buyayahya.org.

Hadirilah Kajian Islam Ilmiah Ahlussunnah di Darul Ulum Jombang, 2-3 Agustus 2015

$
0
0

Hadirilah Kajian Islam Ilmiah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Bedah Buku dalam rangka Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama pada 2-3 Agustus 2015, bertempat di Auditorium UNIPDU PP Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang Jawa Timur. Gratis untuk umum dengan agenda materi kegiatan sebagai berikut:

Ahad, 2 Agustus 2015

  • Pukul 08.00-10.00 WIB: Sesama Wahabi Saling Hujat bersama Ustadz Nur Hidayat Muhammad.
  • Pukul 10.00-12.00 WIB: Menjawab Tuduhan Penyembah Kuburan, Ahlussunnah Kok Nyembah Kuburan bersama Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin.
  • Pukul 13.00-15.00 WIB: Meluruskan Doktrin MTA, Kritik Atas Dakwah Majelis Tafsir Alqur’an (Sukino) Solo bersama Ustadz Nur Hidayat Muhammad.
  • Pukul 15.00-17.00 WIB: Menolak Provokasi Anti Tahlilan, Yasinan, dan Istighosah bersama Ustadz H. Sholihen Hasan.
  • Pukul 19.00-Selesai: Tuntutan Shalat untuk Warga NU dan Dalil-dalilnya bersama KH Muhammad Sholeh Qosim, M.Si.

.

Senin, 3 Agustus 2015

  • Pukul 08.00-10.00 WIB: Keruntuhan Teori Bid’ah Kaum Salafi Berdasarkan Kajian Ulama Hadits bersma Ustadz Muhammad Ma’ruf Khozin.
  • Pukul 10.00-12.00 WIB: Ahlussunnah, NU, dan Kitab Kuning bersama Ketua PW LTNU Gus Najib.
  • Pukul 13.00-17.00 WIB: Bekal Pembela Ahlussunnah wal Jama’ah Menghadapi Radikalisme Salafi Wahabi, Pintar Berdebat dengan Salafi Wahabi, dan Debat Terbuka Sunni Aswaja vs Salafi Wahabi bersama KH Muhammad Idrus Ramli.
  • Pukul 19.00-Selesai: Dalil-dalil Praktis Amaliah Ahlussunnah Nahdliyyah (Al-Muqtathofat lil Ahlil Bidayah) bersama KH Marzuqi Mustamar.

Kegiatan terselenggara atas kerjasama PC Ma’arif NU Jombang dengan Penerbit Muara Progresif Surabaya.

Bedah Buku Islam: Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara karya Ustadz Faris Khoirul Anam

$
0
0

BUKU ISLAM: MABADI ‘ASYRAH ISLAM NUSANTARA
Memahami Sepuluh Prinsip Tema Peradaban Indonesia dan Dunia
Penulis: Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., M.H.I. dari Tim Tutor Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur/ Dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Islam Nusantara, sejak digulirkan sebagai istilah kunci tema Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 di Jombang, Jawa Timur, awal Agustus 2015, menjadi topik hangat yang diperbincangkan, terutama oleh masyarakat muslim Indonesia.

Tak jarang, perbincangan itu berujung pada pro kontra. Satu pihak menerima istilah Islam Nusantara sebagai suatu kajian akademik, budaya, dan peradaban luhur Indonesia. Sementara pihak lain menolak karena Islam Nusantara disinyalir sebagai “agama baru”, gerbong liberalisme, gerakan anti-Arab, menusantarakan Islam, atau bahkan proyek yang berupaya mereduksi ajaran Islam.

Melalui tema muktamar “Meneguhkan Islam Nusantara untuk peradaban Indonesia dan dunia” itu, sejatinya NU berkeinginan mengarusutamakan suatu gagasan. Islam Nusantara sekaligus akan dipersembahkan untuk peradaban dan keadaban seluruh umat manusia.

Jauh sebelum muktamar, yakni sejak 2012, sebenarnya juga telah dibuka Program Pascasarjana Kajian Islam Nusantara. Konon, program ini dirilis berkat pergumulan akademik intelektual NU, terutama para akademisi STAINU dan UNU Jakarta.

Diakui, kendatipun lahir dari rahim NU, belum semua warga nahdliyin mengetahui dan memahami buah pikiran tersebut. Maka, memotret dengan tepat gagasan ini menjadi suatu keharusan bagi warga NU, dan selanjutnya digelorakan dengan baik kepada masyarakat, dengan niat dan tujuan baik pula.

Dalam buku ini, penulis berikhtiar membingkai terma Islam Nusantara dalam Mabadi ‘Asyrah, atau sepuluh prinsip dasar bidang keilmuan. Harapannya, istilah Islam Nusantara tidak menjadi “bola liar” yang menggelinding ke sana ke mari tanpa arah, atau dimanfaatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda dengan komunitas yang memunculkan gagasan tersebut.

Sepuluh paradigma keilmuan – sebagian menyebutnya delapan – itu biasanya “ditalqinkan” kepada para santri di awal mengkaji suatu kitab, terutama kitab klasik. Di era modern, nazham ilmi ini dibungkus dengan bahasa filsafat ilmu yang terbentuk atas tiga premis utama, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.

Setelah mengawali studi dengan mabadi atau prinsip dasar ini, pola pikir pelajar akan terbentuk dan selanjutnya menjadi karakter. Mereka dapat terhindar dari penyakit ifrath (sikap berlebih-lebihan) dan tafrith (sikap meremehkan) dalam segala hal. Bagaimanapun, wasath (moderat) dan i’tidal (selalu berpegang pada kebenaran) adalah ciri khas dan karakteristik yang harus selalu dijaga.

Akhirul kalam, buku kecil ini tentu tidak dapat mengkover segala hal yang meliputi istilah Islam Nusantara. Namun, kontennya semoga dapat menjadi sketsa kasar dan term of reference (TOR) bagi gagasan ini. Penulis sampaikan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada para guru dan kawan yang telah memberi arahan. Masukan dan kritik konstruktif selalu kami harapkan untuk perbaikan dan pengembangan kajian ini.

Wallahu al-Musta’an.
Penulis.

Bedah Buku Mabadi 'Asyrah Islam Nusantara karya Ustadz Faris Khoirul Anam

HADIRILAH DAN IKUTILAH:

Ikuti Bedah Buku Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara karya Ustadz Khoirul Anam di Arena Muktamar ke-33 NU bertempat di Masjid Induk Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jatim, pada Selasa 4 Agustus 2015, pukul 0.00-10.30 WIB.


Habib Luthfi: Islam Nusantara Tetap Berpijak pada Aqidah Tauhid yang Dibawa Rasulullah

$
0
0

Sebenarnya maksudnya Islam di Nusantara, bukan merupakan ajaran atau aliran sendiri. Jadi bagaimana mewarisi Islam yang telah digagas atau dikembangkan para wali-wali dulu. Islam di belahan bumi Indonesia itu punya karakteristik sendiri yang unik. Kalau saja Wali Songo itu tidak coba beradaptasi dengan lingkungan sekitar ketika Hindu dan Budha masih menjadi agama mayoritas, mungkin kita tidak bisa menyaksikan Islam yang tumbuh subur seperti sekarang ini.

Inti Indonesia adalah terletak pada rasa persatuan dan kesatuan. Rasa inilah yang agaknya menjadi barang mahal dan sulit sekarang ini. Rasa itu sesungguhnya yang membingkai keberadaan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Karenanya tugas kita bagaimana terus menjaga NKRI ini dan mengukuhkan Persatuan Bangsa dan Negara.

Indonesia itu tidak disukai kalau ekonominya maju. Karenanya selalu ada upaya eksternal (asing) untuk memperlemah ekonomi Indonesia. Sekaligus terus mengancam NKRI. Ketika gagal melemahkan dari sisi ekonomi, dilemparlah isu Sunni-Syiah. Begitu merasa gagal dengan isu itu kemudian konflik antar umat beragama seperti insiden di Tolikara Papua. Intinya cuma satu: MEMECAH BELAH NKRI.

Laut itu punya jati diri, pendirian, dan harga diri. Sehingga betapapun zat yang masuk ke dalam laut melalui sungai-sungai yang mengalir kepadanya, keasinan air laut tidak akan terkontaminasi. Karena laut itu bisa mengantisipasi limbah-limbah yang masuk. Ikan yang berada di dalam laut pun juga demikian. Ia tetap tawar dan tidak terkontaminasi oleh asinnya air laut. Sedangkan air laut sendiri tidak mengintervensi ikan yang ada di laut. Keduanya mempunyai jati diri yang luar biasa dan bisa hidup bersama, serta saling menghargai dalam “ideologinya” masing-masing.

Dalam hidup berbangsa dan bernegara, laut adalah contoh konkret. Jati diri bangsa, harga diri bangsa, kehormatan bangsa tetep punya kepribadian yang luar biasa, dan kedua-duanya dapat hidup bareng dengan harmoni. Kalau kita bisa meniru kehidupan yang ada di laut, maka bangsa ini akan aman dan enggak bakal ruwet.

Perlu ditegaskan disini bahwa Islam Nusantara tidaklah anti budaya Arab, akan tetapi untuk melindungi Islam dari Arabisasi dengan memahaminya secara kontekstual. Islam Nusantara tetaplah berpijak pada aqidah tauhid sebagaimana esensi ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad. Arabisasi bukanlah esensi ajaran Islam. Karenanya, kehadiran karakteristik Islam Nusantara bukanlah respon dari upaya Arabisasi atau percampuran budaya Arab dengan ajaran Islam, akan tetapi menegaskan pentingnya sebuah keselarasan dan kontekstualisasi terhadap budaya lokal sepanjang tidak melanggar esensi ajaran Islam.

Oleh: Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya Pekalongan, Rais Aam Idaroh Aliyah Jam’iyyah Ahli Thariqah Al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN)/ IslamNUsantara.com.

Hadirilah Kajian Islam KISWAH di Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang, 2-4 Agustus 2015

$
0
0

Hadirilah dan Ikutilah Kajian Islam Ahlussunnah wal Jama’ah (KISWAH) “Meneguhkan Ahlussunnah wal Jama’ah, Identitas Islam di Nusantara”

Bersama Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, Aswaja NU Center PCNU Jombang, Penerbit Khalista, Penerbit Aswaja, dan Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang.

Insya Allah akan diadakan di Arena Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama, yang bertempat di Masjid Induk Ponpes Bahrul Ulum Tambak Beras Jombang Jawa Timur, dengan tema kajian dan pemateri sebagai berikut:

Ahad, 2 Agustus 2015

  • Pukul 09.00-11.30 WIB: Silaturahmi Pegiat Aswaja Nasional dan Pembukaan Kajian dan Bedah Buku Aswaja an-Nahdliyyah, dengan Narasumber: Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, dan Moderator: Ustadz Fatkhul Qodir, M.HI.
  • Pukul 15.30-17.00 WIB: Sejarah Ahlussunnah wal Jama’ah dan Langkah-langkah Meneguhkan Aswaja untuk Masyarakat, dengan Narasumber: Ustadz Muhammad Idrus Ramli, dan Moderator: Ustadz Anif Asyhar.
  • Pukul 19.30-21.00 WIB: Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah Dari Pembiasaan Menuju Pemahaman dan Pembekalan Akidah Amaliah NU, dengan Narasumber: KH Abdurrahman Navis, Lc., M.HI, dan Moderator: Ustadz Yusuf Suharto.
  • Pukul 21.00-22.30 WIB: NU Menjawab Problematika Ummat, Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur Jilid 1 dan Jilid 2, dengan Narasumber: KH A. Asyhar Shofwan, M.Pd.I dan KH Azizi Hasbullah, dan Moderator: Ustadz A. Muntaha.

Senin, 3 Agustus 2015: Bahtsul Masail PBNU.

Selasa, 4 Agustus 2015

  • Pukul 09.00-10.30 WIB: Mabadi ‘Asyrah Islam Nusantara, dengan Narasumber: Ustadz Faris Khoirul Anam, Lc., M.HI, dan Moderator: Ustadz Ahmad Gholib.
  • Pukul 10.30-11.30 WIB: Amaliah Ahlussunnah wal Jama’ah, dengan Narasumber: Ustadz Ma’ruf Khozin, dan Moderator: Ustadz Kautsar Wiabawa, S.Hum.
  • Pukul 15.30-17.00 WIB: Al-Muqtathofat Lil Ahlil Bidayah, dengan Narasumber: KH Marzuqi Mustamar, dan Moderator: Ustadz Nur Fauzi, S.Hum.
  • Pukul 19.30-21.00 WIB: Menjawab Propaganda Khilafah Islam: Kajian Dalil dan Argumen Hizbut Tahrir dalam Perspektif Aswaja An-Nahdliyyah, dengan Narasumber: Ustadz Muhammad Idrus Ramli, dan Moderator: Ustadz MZ Muhaimain, M.Pd.I.
  • Pukul 21.00-22.00 WIB: Closing Ceremony dan Rumusan Gerakan Perjuangan Pegiat Aswaja Nasional, dengan Narasumber: Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur, dan Moderator: Panitia.

Informasi: Sekretariat Gedung PWNU Jawa Timur Lantai 2, Jl. Masjid Al Akbar Timur No. 09 Surabaya, Jawa Timur.

Lihat jugaHadirilah Kajian Islam Ilmiah Ahlussunnah di Darul Ulum Jombang, 2-3 Agustus 2015.

Buku Menolak Wahabi, Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir At-Tilmisani

$
0
0

BUKU MENOLAK WAHABI KARYA WAKIL RAIS AKBAR DAN PENDIRI NAHDLATUL ULAMA KH MUHAMMAD FAQIH MASKUMAMBANG GRESIK TERBITAN SAHIFA SURABAYA, 2015.

(KITAB ASLI: AN-NUSHUSH AL-ISLAMIYYAH FI RADD AL-WAHHABIYYAH/ NASH-NASH ISLAM DALAM MENOLAK MADZHAB WAHABI TERBITAN DARUL AHYA-IL KUTUBIL ARABIYYAH MESIR, 1922)

Judul: Menolak Wahabi, Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir At-Tilmisani
Halaman: 304 Halaman
Bahasa: Arab dan Indonesia

Buku karya Wakil Rais Akbar dan Pendiri Nahdlatul Ulama, KH Muhammad Faqih Maskumambang ini ditulis tahun 1922 atau empat tahun sebelum kelahiran Nahdlatul Ulama (NU). Kitab berjudul “An-Nushush al-Isamiyyah fi Radd al-Wahhabiyyah” ini adalah karangan berbahasa Arab pertama yang membantah paham Islam anti-madzhab seperti Wahabi yang ditulis ulama asal Indonesia. Ini membuktikan persoalan Wahabi sudah menjadi sedemikian momok di awal abad ke-20.

KH Muhammad Faqih Maskumambang sendiri adalah putra keempat KH Abdul Djabbar yang masih merupakan keturunan dari Joko Tingkir alias Sultan Hadiwijaya. Ia memimpin Pesantren Maskumambang mulai tahun 1325H. sampai 1353 H. Ia seorang ulama besar yang terkenal di pulau Jawa, bahkan sampai keluar Jawa. Ia ahli dalam bidang Ilmu Tafsir, Tauhid, Fiqih, Nahwu dan Balaghah, Mantiq, Ushul Fiqih dan lain-lain. Ia sangat aktif dalam mengajar.

Ia juga menulis beberapa buku. Salah satu buku karya beliau yang masih dapat dibaca adalah “Al-Mandzumah Al-Dailah fi Awaili Al-Asyhur Al-Qamariyah” yang berisi tentang ilmu falaq (astronomi). Buku yang terdiri dari dua teks, yakni teks pertama berupa nadzam, sedang teks kedua berisi natsar (prosa) ini ditemukan dalam koleksi KH Abdul Hadi (Pengasuh Pondok Pesantren Langitan tahun 1921-1971), sebagai salah satu buku yang diajarkan kepadanya ketika belajar kepada KH Faqih Maskumambang pada tahun 1930.

Penulisan buku yang terdiri dari nadhom dan prosa ini menunjukkan bahwa beliau telah mengadakan pendidikan ilmu fisika astronomi dengan cara yang menyenangkan. Beliau juga menjadikan agama mampu melintasi ilmu fisika-astronomi, ilmu sosial pendidikan, dan ilmu-ilmu humaniora (sastra). Dan pendidikan dengan cara yang menyenangkan ini telah tertata rapi di Pesantren Maskumambang tempo dulu. Kemasyhuran dan kedalaman pengetahuan beliau ini menjadikan Pondok Pesantren Maskumambang sangat terkenal dan santri-santrinya pun berdatangan dari pelbagai daerah.

Pada tahun 1937 M bertepatan dengan tahun 1353 H, KH Muhammad. Faqih berpulang ke Rahmatullah dalam usia 80 tahun dengan meninggalkan belasan karya tulis.

Buku Menolak Wahabi, Membongkar Penyimpangan Sekte Wahabi; dari Ibnu Taimiyah hingga Abdul Qadir At-Tilmisani Karya KH. Muhammad Faqih Maskumambang Gresik

MENGENAL KH MUHAMMAD FAQIH MASKUMAMBANG GRESIK

Hikayat Wakil Rais Akbar dan Kentongan

Hampir di semua masjid, mushalla, maupun langgar di lingkungan warga NU memiliki sebuah bedug sebagai pertanda waktu shalat. Kadang juga didampingi oleh kentongan. Dari kentongan inilah tersimpan cerita hebat seorang kiai asal Gresik, Kiai Faqih Maskumambang.

Lahir sekitar tahun 1857 di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Lokasinya berjarak lebih kurang 40 km arah barat laut Kota Surabaya. Ia adalah putra dari Kiai Abdul Jabbar dan Ibu Nyai Nursimah. Kiai Abdul Jabbar sendiri merupakan keturunan Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir yang nasabnya bersambung hingga ke Sunan Giri. Sedangkan Ibu Nyai Nursimah merupakan putri Kiai Idris, Kebondalem Burno, Bojonegoro. Maka tidak mengherankan jika Kiai Faqih Maskumambang nantinya akan menjadi seorang ulama yang mashyur dan disegani.

Masa kecil KH Muhammad Faqih atau Kiai Faqih Maskumambang dihabiskan dengan didikan dari orang tuanya yang merupakan seorang ulama yang disegani di daerahnya. Ayahnya adalah seorang pendiri sekaligus pengasuh Ponpes Maskumambang Gresik.

Usai belajar ilmu agama dari sang ayah, ia melanjutkan tafaqquh fiddin-nya menuju ke Ponpes Demangan, Bangkalan, yang diasuh oleh seorang ulama masyhur ilmu lahir-batinnya, Syaikhona Muhammad Kholil. Saat itu, pesantren ini memang dikenal jadug dalam mendidik para santri. Mereka kemudian menjadi tokoh atau pendiri organisasi Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama. Antara lain Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Muhammad Bisri Syamsuri, KH Ridwan Abdullah serta masih banyak lagi. Tidak ada catatan yang menyebutkan tentang berapa lama Kiai Faqih Maskumambang belajar di pesantren Syaikona Kholil.

Setelah itu Kiai Faqih Maskumambang melanjutkan studinya ke tanah suci Makkah al-Mukarramah, sebagaimana tradisi ulama terdahulu untuk lebih memantapkan keilmuannya. Ia belajar kepada ulama-ulama Haramain, terlebih kepada Syaikh Mahfudz at-Turmusi, salah satu pengajar di Masjidil Haram. Selama belajar di tanah suci ini, ia bertemu dengan banyak teman yang berasal dari Indonesia, seperti Hadratussyaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari dan Kiai Munawir Krapyak. Mereka berkawan karib hingga bersama-sama berjuang mendirikan Nahdlatul Ulama. Sedangkan Kiai Munawir menjadi ulama yang ahli dalam bidang Al-Quran dan Qiraah Sab’ah. Hampir semua sanad Al-Quran dan Qiraah Sab’ah yang ada di Indonesia ini, terlebih Jawa, melalui jalur Kiai Munawir Krapyak ini.

Menjadi Pengasuh Pesantren

Pesantren Maskumambang terletak di Desa Sembungan Kidul, Kecamatan Dukun, Kabupaten Gresik. Awalnya hanya mendidik masyarakat sekitar Maskumambang, dan itu pun terbatas pada pelajaran Al-Quran dan tafsir, serta fiqih. Namun, pada masa kepemimpinan Kiai Faqih Maskumambang, pondok ini mengalami banyak kemajuan serta perubahan besar. Santri yang datang mengaji tidak hanya berasal dari sekitar Maskumambang, tetapi banyak juga yang berasal dari daerah lain. Bahkan pelajaran yang diberikan tidak hanya Al-Quran, tafsir dan fiqih saja, namun mulai merambah ke cabang-cabang ilmu lainnya.

Kedatangan Kiai Faqih setelah beberapa tahun belajar di Makkah memberikan angin segar terhadap pesantren Maskumambang. Pada 1325 H/1907 M, Kiai Abdul Jabbar, sang ayah, pulang ke Rahmatullah hingga kemudian kepemimpinan pesantren Maskumambang dipegang oleh Kiai Faqih. Di antara santrinya beliau adalah KH Abdul Hadi, KH Zubair Dahlan, dan KH Imam Khalil bin Syuaib. KH Abdul Hadi kemudian menjadi Pengasuh Pesantren Langitan, KH Zubair Dahlan berhasil mendidik KH Maimoen Zubair Sarang, sedangkan KH Imam Khalil bin Syuaib menjadi Pengasuh Pesantren Sarang.

Urusan Kentongan

Kiai Faqih ternyata memiliki hubungan yang sangat akrab dengan Hadratussyaikh karena senasib dan seperjuangan dalam mencari ilmu serta dengan guru yang sama. Hubungan mereka pun semakin akrab tatkala NU didirikan pada 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926 di Kota Surabaya. Yakni, keduanya didaulat oleh para kiai untuk menduduki jabatan Rais Akbar oleh Hadratussyaikh dan Kiai Faqih mendapat bagian sebagai Wakil Rais Akbar. Keakraban mereka dalam menjalankan roda organisasi bukannya tanpa cela. Mereka pernah tidak sepaham dalam menanggapi satu masalah yang berhubungan dengan hukum pemakaian kentongan.

Hadratussyaikh tidak memperbolehkan pemakaian kentongan sebagai alat pertanda waktu shalat sebelum atau sesudah adzan dikumandangkan. Namun, Kiai Faqih berpendapat lain, yakni menggunakan kentongan sah-sah saja. Mbah Hasyim memiliki alasan tersendiri atas pelarangan tersebut, yakni karena tidak adanya dalil yang memperbolehkan. Kiai Faqih pun tidak kalah argumen. Ia memperbolehkan penggunaan kentongan disebabkan oleh kebolehan menggunakan bedug, jadi diqiyaskan atau disamakan hukumnya. Bila bedug boleh digunakan untuk memanggil shalat hal ini berlaku pula bagi kentongan.

Mbah Hasyim menghormati pendapat Kiai Faqih dengan cara mengundang ulama se-Jombang serta para santri seniornya. Di hadapan mereka ini, Mbah Hasyim menyatakan boleh menggunakan kedua pendapat tersebut dengan bebas. Namun ada satu syarat yang diminta oleh Mbah Hasyim, yakni kentongan tidak digunakan di Masjid Tebuireng sampai kapan pun.

Pada suatu waktu Kiai Faqih mengadakan satu acara dengan mengundang Mbah Hasyim untuk berceramah di Pesantren Maskumambang. Kiai Faqih pun meminta takmir masjid atau mushalla di sekitarnya untuk menurunkan semua kentongan selama Mbah Hasyim berada di Gresik. Sungguh suatu sikap yang patut diteladani dari kedua tokoh besar NU bagi warga Nahdliyin jika terjadi suatu perselisihan.

Kiai Faqih Maskumambang mengabdikan hidupnya dijalan Allah dengan cara berdakwah hingga mencapai usia 80 tahun. Pada tahun 1353 H/1937, Kiai Faqih kembali ke Rahmatullah. Selain berdakwah keliling, serta mengabdikan dirinya di NU, Kiai Faqih juga sempat mengarang sejumlah kitab. Di antaranya “An-Nushushul Islamiyah fi Raddi ‘ala Madzhabil Wahhabiyah” (Nash-nash agama Islam dalam menolak madzhab Wahabi). Kitab yang diterbitkan oleh Darul Ahya-il Kutubil Arabiyah, Mesir, 1341 H/1922 ini berisi tentang penjelasan tentang penolakan terhadap ajaran Islam yang disampaikan oleh Wahabi. Kitab lainnya adalah “Al-Mandzumah ad-Daaliyah fi Awa’il al-Asyhur al-Qamariyyah.” Kitab yang selesai ditulis pada 1930 ini berisi 48 nazham (syair) yang menjelaskan tentang dasar-dasar ilmu falak dan tata cara penetapan awal bulan dengan mempertimbangkan iLaunching dan Bedah Buku Menolak Wahabimkanu rukyat.

KATA PENGANTAR BUKU MENOLAK WAHABI OLEH KH MAIMOEN ZUBAIR SARANG

“Kiai Faqih bin Abdul Jabar Maskumambang memiliki karisma—sekaligus popularitas—yang sedemikan tinggi di kalangan Jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU). Ini tidak saja karena beliau salah seorang ulama yang memiliki peran penting di tubuh NU sejak kali pertama ia dibentuk, tetapi juga karena beliau sahabat karib Kiai Hasyim Asy’ari. Kalau kita teleusuri riwayat kehidupan mereka, kita akan dapati bahwa keduanya merupakan sahabat seperjuangan semenjak “nyantri” baik ketika di tanah suci Makkah, maupun di pondok pesantren Syeikhana Khalil Bangkalan. Bahkan dalam perkembangan selanjutnya, mereka berdua sama-sama menjadi pengurus inti NU: Kiai Hasyim menjadi Rais ‘Am dan Kiai Faqih menjadi Naib ‘Am”.

HADIRILAH DAN IKUTILAH

Launching dan Bedah Buku Menolak Wahabi Karya Wakil Rais Akbar Nahdlatul Ulama, pada Ahad 2 Agustus 2015, pukul 09.00-12.00 WIB dan 13.00-17.00 WIB, bertempat di Pondok Pesantren Al Aziziyyah Denanyar Jombang, dengan narasumber:

  1. KH Aziz Masyhuri (Penterjemah Kitab An-Nushushul Islamiyah fi Raddi ‘ala Madzhabil Wahhabiyah/ Pengasuh Ponpes Al Aziziyyah Jombang),
  2. Martin Van Bruinessen (Belanda) dan
  3. KH Ahmad Baso (Penulis Buku Islam Nusantara).

Sumber: Penerbit Sahifa Surabaya.

Aplikasi Foto Profil Ikut Sukseskan Muktamar ke-33 NU di Dunia Maya

$
0
0

Ingin punya foto profil Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama seperti pada gambar sebelah ini? Caranya mudah banget. Kunjungi halaman situs aplikasi fotonya di http://nerashuke.blogspot.com/2015/07/aplikasi-foto-profil-muktamar-nu-ke-33.html, dan jangan lupa siapkan foto terbaikmu yang akan diupload di halaman tersebut. Kemudian ikuti saja langkah-langkahnya sesuai yang tertera di halaman website tersebut lalu simpan dan sebarkan foto kamu.

Yuk pasang foto profil Muktamar NU yang sudah kamu buat itu di Facebook, Twitter, BBM, Whatsapp, dan lain-lain sebagai bentuk dukungan atas suksesnya Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, yang diadakan pada 16-20 Syawal 1436 H/ 1-5 Agustus 2015.

Aplikasi foto profil Muktamar NU ini didukung penuh oleh Kang Hamim Musthofa, dari Persaudaraan Profesional Muslim Aswaja (PPM Aswaja), http://www.ngaji.web.id.

Untuk aplikasi lainnya sebagai bentuk dukungan suksesnya Muktamar ke-33 NU juga bisa menggunakan Twibbon yang telah dibuat oleh Kang Mukhlisin Akhlis (PPM Aswaja) di sini: http://twibbon.com/Support/sukseskan-muktamar-nu.

Selamat dan Sukses Muktamar NU dan Muktamar Muhammadiyah 2015

SELAMAT DAN SUKSES ATAS TERSELENGGARANYA:
MUKTAMAR KE-33 NAHDLATUL ULAMA DI JOMBANG, 1-5 AGUSTUS 2015
DAN
MUKTAMAR MUHAMMADIYAH KE-47 DI MAKASAR, 3-7 AGUSTUS 2015
SEMOGA NU DAN MUHAMMADIYAH TETAP MENJADI KEKUATAN PENENTU MASA DEPAN UMAT ISLAM DAN BANGSA INDONESIA
UNTUK BUMI SANG KIAI DAN MATAHARI SANG PENCERAH, TERUSLAH MERAWAT INDONESIA DALAM BINGKAI ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Kisah Perdebatan Antara Syaikh Abdullah al-Talidi Dengan Syaikh Nashiruddin al-Albani

$
0
0

Ada sebuah kisah menarik yang terjadi saat pertemuan antara Syaikh Abdullah al-Talidi (Ulama Ahlussunnah wal Jama’ah) dengan Syaikh Nashiruddin al-Albani (Ulama Wahabi Salafi). Pada ketika itu, Syaikh Abdullah at Talidi sedang berjalan-jalan bersama kawan-kawan, lalu mereka bertemu dengan salah seorang murid al-Albani yang bernama Mahmud Mahdi al-Istanbuli. Maka Mahmud tersebut pun mengajak mereka untuk datang pada malam hari di rumahnya sebagai tamu. Kemudian ketika waktu yang ditetapkan sudah sampai, mereka pun masuk ke dalam rumah yang dimaksud. Ketika mereka duduk, maka masuklah al-Albani dan bersalaman dengan semua tetamu termasuk beliau. Maka al-Albani pula bertanya kepada beliau keadaan akidah para tamu yang hadir. Maka beliau pun menjawab bahwa mereka ini adalah orang awam.

Lalu Syaikh al-Albani pun memulakan pembicaraan tentang haramnya bertawassul pada zat seperti yang dijelaskan Ibn Taimiyyah di dalam kitab “Qaidah al-Tawassul wa al-Wasilah“. Maka Syaikh al-Talidi pula menjawab bahwa tawassul dengan zat yang utama adalah disyariatkan mengikut hadis al-Dlarir yang sahih lagi masyhur dan lain-lainnya. Dengan hadis itu, banyak ulama menghalalkannya, lalu al-Albani pula melarang dan perdebatan pun menjadi panjang.

Lalu masuklah pula pembahasan dengarnya para mayat akan ucapan orang yang masih hidup. Maka al-Albani meningkarinya secara mutlak sehinggakan dari Nabi Muhammad ﷺ pun tidak mendengarnya.

Lalu Syaikh al-Talidi pula menjawab dengan menggunakan hadis Anas RA yang dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim: “Sesungguhnya hamba ketika diletakkan di dalam kuburnya dan pengantarnya sama berpergian maka dia mendengar pergerakan selipar mereka”. Akan tetapi, al-Albani menolaknya dan mentakwilnya. Begitu juga dengan hadis Umar RA yang menceritakan ucapan Nabi Muhammad ﷺ bersama kuffar Quraisy yang mati di al-Qalib, maka al-Albani mentakwilnya juga.

Terakhir beliau mengeluarkan hadis menampakkan amal kepada Rasulullah ﷺ,”Hidupku lebih baik bagimu, kamu melakukan sesuatu dan kamu diberi keterangan hadis. Matiku juga lebih baik untukmu, amal perbuatanmu di tampakkan kepadaku. Apa yang aku lihat baik, aku memuji kepada Allah dan apa yang ku lihat buruk, aku mitna ampun kepada Allah untukmu” (riwayat al-Bazzar dan perawinya adalah Sahih seperti yang disebutkan di dalam Majma’ al-Zawaid, 9:24).

Maka al-Albani pun mendaifkannya lagi, lalu Syaikh al-Talidi berkata padanya bahwa hadis ini sahih dan telah disahihkan oleh banyak para Huffaz. Akan tetapi, al-Albani tetap berkeras bahwa ia adalah daif. Maka ketika beliau melihat bahwa al-Albani tidak insaf, maka beliau pun berpaling darinya dan diam serta tidak diulang lagi pertentangan.

Maka ketika selesai majlis, mereka pun beransur. Lalu sekarang Syaikh al-Talidi melihat bahwa ternyata al-Albani telah mensahihkan hadis menampakkan amal kepada Rasulullah ﷺ tersebut di dalam al-Silsilah al-Sahihah karangan al-Albani sendiri.

Gambar Foto: Syaikh Nuruddin Marbu Al Banjari bersama dengan Syaikh Abdullah at Talidi.

Dari: Biografi Ulama’ Ahli Sunnah Wal Jamaah Asyairah Maturidiyah.

Inilah Profil Singkat 4 Calon Ketua Umum PBNU Periode 2015-2020

$
0
0

Mulai hari ini, Sabtu 1 Agustus 2015, Nahdlatul Ulama (NU) akan menggelar Muktamar ke-33 di Jombang Jawa Timur. Muktamar kali ini dapat dikatakan sebagai muktamar yang sangat menarik dan banyak menyedot perhatian masyarakat khususnya Nahdliyyin karena menjadi ajang persaingan yang sengit dalam memperebutkan kepemimpinan NU yang baru.

NU sebagai organisasi Islam ahlussunnah wal jama’ah terbesar di Indonesia diharapkan menjadi panglima terdepan dalam mengawal isu-isu keagamaan dan kebangsaan. Semangat keislaman dan kebangsaan NU mempunyai peran penting dalam mengarahkan dan memberi harapan kehidupan masyarakat Islam di Nusantara. Kepemimpinan NU yang baru pun diharapkan melahirkan seorang pemimpin yang revolusioner yang mampu memecahkan persoalan kaum Nahdliyin sekaligus persoalan keislaman dan kebangsaan di Indonesia.

Tak terhitung jasa yang ditorehkan NU terhadap perjuangan bangsa Indonesia. Setiap fase perjuangan sejak zaman pra kemerdekaan hingga era reformasi saat ini NU telah banyak mengisi jabatan strategis kepemimpinan di Indonesia. Tak heran Presiden Republik Indonesia ke-1, Ir. Soekarno, pernah menyatakan begitu cinta dan bangga terhadap NU.

Saya sangat cinta sekali kepada NU, saya sangat gelisah jika ada orang yang mengatakan bahwa dia tidak cinta kepada NU. Meski harus merayap, saya akan tetap datang di muktamar ini agar orang tidak meragukan kecintaan saya dengan NU…!!,“, ungkap Presiden Soekarno, dalam sambutannya di Muktamar ke-23 Nahdlatul Ulama, pada 28 Desember 1962, di Solo, Jawa Tengah.

Saat ini NU sedang memilih pemimpin yang baru. Siapakah kiranya calon yang akan memimpin NU di masa mendatang? Berikut adalah profil singkat calon Ketua Umum PBNU yang akan berlaga di arena Muktamar Ke-33 di Jombang Jawa Timur:

Profil Calon Ketua Umum PBNU

Prof. Dr. KH Said Aqil Siradj, M.A.

KH Said Aqil Siradj lahir di Cirebon, Jawa Barat, Indonesia, pada 3 Juli 1953. Saat ini menjabat sebagai Ketua Umum (Tanfidziyah) Pengurus Besar Nahdlatul ‘Ulama (PBNU) periode 2010–2015. Beliau adalah seorang akademisi yang mendapat gelar sarjana hingga doktor di Arab Saudi. Sekembalinya ke Tanah Air, KH Said ‘Aqil Siradj langsung mengajar di sejumlah perguruan tinggi dan pesantren. Beliau juga sempat duduk di bangku MPR RI.

Aqil remaja pernah terlibat aktif dalam organisasi ke-NU-an. Dia sempat menjabat Sekertaris PMII Rayon Krapyak Yogyakarta (1972-1974) hingga akhirnya, berbekal pengalaman dan bejubel prestasi mengantarkannya menjadi Ketua Umum PBNU 2010-2015.

Riwayat Pendidikan

  1. Pendidikan Formal:
    • S1 Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus 1982
    • S2 Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, lulus 1987
    • S3 University of Umm al-Qura, jurusan Aqidah / Filsafat Islam, lulus 1994
  2. Non-Formal:
    • Madrasah Tarbiyatul Mubtadi’ien Kempek Cirebon
    • Hidayatul Mubtadi’en Pesantren Lirboyo Kediri (1965-1970)
    • Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta (1972-1975)

DR. KH As’ad Said Ali

KH As’ad Said Ali lahir di Kudus, Jawa Tengah, pada 19 Desember 1949. Alumnus Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Jogjakarta dan Alumni Hubungan Internasional UGM ini masuk ke BAKIN (saat ini BIN/ Badan Intelejen Negara) sejak tahun 1982-1999. Sejak 2001 beliau menjabat sebagai Wakil Kepala BIN selama 9 tahun era Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden SBY. Beliau sempat bertugas lama di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Yordan, Syuriah, Lebanon, Eropa dan Amerika serikat.

Jejak karir As’ad Said Ali Aktif di BANOM NU seperti IPNU, PMII dan GP Ansor. Asad diminta oleh para Rais Aam, serta ulama sepuh NU mendampingi KH Said Agil Siraj sebagai Wakil Ketua Umum PBNU 2010-2015.

Selain sibuk menjadi aktivis, As’ad Said Ali juga menelurkan banyak karya tulisan. Buah pikirannya seperti Negara Pancasila 2011, Pergolakan di Jantung Tradisi 2009, Ideologi Pasca Reformasi 2010 di terbitkan oleh LP3ES  Jakarta.

Sebagai cendekiawan NU, As’ad memikili komitmen meneguhkan masa depan NU. Seperti isu penyusupan agen JIL dan Syiah pun, As’ad turut bersuara. Seperti dikutip oleh Tempo, Wakil Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama As’ad Said Ali menegaskan organisasi keagamaan NU tidak mempraktekkan paham liberal. As’ad menilai, jika ada orang yang mengaku NU tapi paham yang dianutnya liberal, itu adalah sempalan NU.

Dr. (H.C.) Ir. KH Salahuddin Wahid

KH Salahuddin Wahid atau biasa dipanggil Gus Solah lahir di Jombang, 11 September 1942. Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini adalah seorang aktivis, ulama, politisi, dan tokoh Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia. Beliau merupakan putra dari pasangan KH Wahid Hasyim (ayah) dengan Sholehah (ibu), dan adik kandung dari mantan Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kakeknya adalah seorang ulama besar, Maha Guru para kiai Nusantara, sang pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Hadratusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari.

Selama karir politiknya Gus Solah pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada masa awal reformasi 1998. Mantan Ketua Umum PBNU periode 1999-2004 ini juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komnas HAM. Bersama kandidat presiden Wiranto, ia mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden pada pemilu presiden 2004. Langkahnya terhenti pada babak pertama, karena menempati urutan ketiga.

KH Muhammad Adnan

KH Muhammad Adnan lahir di Semarang pada 16 Spetember 1960. Beliau adalah mantan Ketua PWNU Jawa Tengah yang kini menjabat sebagai Wakil Rais Syuriah PWNU Jawa Tengah.

KH Muhammad Adnan bisa dibilang merupakan figur yang kurang terdengar bila dibandingkan dengan calon ketua umum yang lain. Tetapi kesederhanaannya dan pengalamannya dalam organisasi NU sebagai Ketua PWNU Jawa Tengah ini membuatnya didukung oleh sejumlah sesepuh NU seperti KH Dzikron Abdillah dan KH Achmad. Tidak hanya itu, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun mendukung Adnan untuk menjadi Ketua Umum PBNU mendatang.

Pria kelahiran 1960 ini merupakan seorang akademisi di bidang ilmu politik dari kalangan santri. Latar belakang pendidikannya diawali dengan menjadi santri di Pesantren Darun Nasiin, Malang, Jawa Timur. Gelar master perbandingan politik diperolehnya dari Hiroshima University, Jepang. Saat ini dirinya tercatat sebagai staf pengajar di FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah dan tengah menempuh program doktoral ilmu politik di universitas tersebut.

Menurut KH Muhammad Adnan, PBNU di masa mendatang harus menjadi pelopor dalam mempertahankan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

“Sekarang ini banyak paham keagamaan atau sempalan-sempalan keagamaan yang menggunakan simbol keagamaan tapi sebenarnya gerakan mereka lebih politik yang ingin mengubah negara kita,” tegas Adnan di Semarang, 21 April 2015.

Dia berpendapat, paham ahlus sunnah wal jama’ah menjadi kata kunci dalam mempertahankan keutuhan NKRI.

“Selain itu, pengkaderan perlu terus dilakukan agar anak-anak muda NU itu tidak lepas dari akidah aslinya karena tawaran instan dari sempalan-sempalan NU itu cukup menggiurkan seperti semua orang akan sejahtera jika negara Indonesia berbentuk khilafah,” ujarnya.

(Berbagai sumber)

Inilah Kejadian Unik yang Terekam Saat Presiden Jokowi Sarungan di Muktamar NU

$
0
0

Presiden Joko Widodo yang hadir dalam acara pembukaan Muktamar Ke-33 Nandlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur, Sabtu (1/8/2015) malam, menyedot perhatian banyak pihak. Satu hal yang unik dari Jokowi malam itu adalah penampilannya yang lain dari biasanya. Jika pada tiap kunjungan di forum formal ia mengenakan kemeja putih, jas, lengkap dengan celana hitam, pada Muktamar NU kali ini ia justru memakai jas, peci hitam, dan sarung merah tua bermotif kotak-kotak. Padahal seluruh tamu undangan kecuali KH Mustofa Bisri (Gus Mus) mengenakan setelan jas dan celana.

Tak ayal, penampilan berbeda sang presiden itu menjadi bahan “guyonan” saat Ketua Panitia Muktamar NU, Saifullah Yusuf (Gus Ipul) memberi sambutan.

“Alhamdulillah, Pak Presiden malam ini memakai sarung karena menghormati Muktamar NU, padahal saya sengaja memakai celana (panjang) untuk menghormati Pak Jokowi,” kata Gus Ipul, disambut derai tawa para tamu undangan.

Tak hanya Gus Ipul yang menggoda Presiden Jokowi yang tampil bersarung itu. Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri juga terlihat terkejut dengan penampilan mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

“Sarungnya bagus mas,” sapa Megawati kepada Jokowi saat turun dari mobil.

Dipuji sedemikian rupa membuat Jokowi merasa perlu bertanya kepada Megawati. “Apanya yang bagus bu Mega?”

“Warnanya,” jawab Megawati sebagaimana ditirukan Jokowi.

Ternyata, Megawati mengagumi warna sarung yang dikenakan Jokowi saat itu. Dan, Jokowi pun baru sadar bahwa dia mengenakan sarung berwarna merah, yang identik dengan warna partai berlambang banteng gemuk itu.

Mengenakan sarung dalam forum pembukaan Muktamar NU di Jombang, ternyata justru membuat Jokowi merasa “salah kostum”. Sebab, setelah tiba di lokasi muktamar, Jokowi banyak melihat para tokoh NU yang justru mengenakan kemeja dan celana panjang dan tidak sarungan.

“Untung Gus Mus (KH Mustofa Bisri) juga memakai sarung,” ujar Jokowi.

Sarung motif kotak merah itu, kata Jokowi, baru dibelikan istrinya, Iriana, sehari sebelum dia berangkat ke Jombang. Dia menambahkan, dirinya memang sengaja membeli sarung yang akan dikenakannya dalam acara pembukaan Muktamar NU ke-33. Sarung merah oleh Jokowi dipadu dengan setelan jas berwarna krem dan kopiah hitam.

“Sarung ini dibelikan istri saya,” katanya di hadapan muktamirin yang sontak disambut tawa.

Mantan walikota Solo ini lalu bercerita, sarung tersebut ia kenakan saat berada di hotel beberapa sesaat sebelum prosesi acara pembukaan muktamar berlangsung, kemudian meluncur ke alun-alun menggunakan mobil.

Melalui akun Facebooknya, Presiden Jokowi menjelasakan alasan dirinya mengenakan sarung.

“Saya memakai sarung untuk menjiwai kultur Nahdliyin,” tulis Jokowi dalam akunnya, (1/8/2015).

Presiden Jokowi juga mengaku merasa bahagia berada di antara para Nahdliyin dalam Muktamar NU. Ia mengatakan NU turut melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. NU juga teguh menjunjung semangat kebangsaan, menegakkan ke-Indonesia-an serta menghargai kebhinekaan.

“Sejarah mencatat, sejak berdiri tahun 1926, Nahdlatul Ulama turut melahirkan Negara Kesatuan Republik Indonesia, teguh menjunjung semangat kebangsaan, menegakkan ke-Indonesia-an serta menghargai kebhinekaan,” ungkap Jokowi.

Oleh karena itu, Presiden Jokowi berjanji akan mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada KH Wahab Chasbullah yang juga salah satu pendiri Nahdlatul Ulama itu.

“Di kesempatan ini, saya juga mengusulkan pemberian gelar Pahlawan Nasional pada KH Wahab Chasbullah, atas jasa-jasa beliau kepada bangsa dan negara kita. Selamat dan sukses atas Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang, Jawa Timur,” tukasnya. (Berbagai sumber)


Download Teks, Audio, dan Video Shalawat Nahdliyyah Karya KH Hasan Abdul Wafi Paiton

$
0
0

KH Hasan Abdul Wafi lahir pada tahun 1923 di desa Sumberanyar, Tlanakan, Pamekasan, Madura, dengan nama kecil Abdul Wafi. Sejak kecil Lora Abdul Wafi (“Lora” semakna dengan “Gus” di Jawa) telah mendapatkan pendidikan agama langsung dari ayahandanya, KH Miftahul Arifin terutama dalam pelajaran al-Quran, fiqih dan tafsir. Sekitar tahun 1938, ketika berusia enam tahun, Lora Abdul Wafi harus rela kehilangan ibunda tercintanya untuk selama-lamanya. Lima tahun kemudian, menyusul ayahandanya wafat.

Di mata masyarakat dan santri, Kiai Hasan Abdul Wafi dikenal sebagai ulama dan aktivis tulen Nahdlatul Ulama (NU). Dalam kepengurusan NU, Pengasuh Pesantren Nurul Jadid Paiton Probolinggo ini pernah menjabat sebagai Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur, pada tahun 1980-an. Kiai Hasan selalu menganjurkan kepada para santrinya untuk aktif berjuang di NU dan jangan sekali-kali menyimpang dari NU. Tidak hanya itu, kecintaan Kiai Hasan kepada NU ini pun diwujudkan dalam sebuah bait syair indah yang dinakaman dengan Shalawat Nahdliyyah.

Shalawat Nahdliyyah merupakan shalawat yang terlahir dari rasa cintanya Kiai Hasan kepada NU. Di dalam shalawat itu disisipkan doa-doa agar siapapun yang membacanya menjadi orang yang bersemangat dalam berjuang menghidupakan dan meninggikan Islam dan menampakan syiar-syiar Islam dalam bingkai Jam’iyyah NU. Tak lupa doa untuk kemenangan NU dan Islam pun disematkan dalam shalawat tersebut.

Tidak heran, KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sangat ta’dzim kepada sosok Kiai Hasan, hingga ia memanggil Kiai Hasan dengan sapaan “Sayyidi-l-walid” (orang tua sendiri). Gus Dur dalam salah satu pidatonya pada tahun 2001 di Surabaya juga pernah menyatakan bahwa ada empat tokoh ulama di Jawa Timur yang tidak kuasa baginya untuk menolak perintahnya, yaitu: KH Imam Zarkasyi Djunaidi Banyuwangi (wafat 2001), KH Ahmad Sofyan Miftahul Arifin Situbondo (wafat 2012), KH Khotib Umar Jember (wafat 2014), dan KH Hasan Abdul Wafi sendiri (wafat 2000). Perlu diketahui, KH Ahmad Sofyan Miftahul Arifin adalah kakak kandung Kiai Hasan Abdul Wafi.

Pada Rabu 31 Juli 2000, KH Hasan Abdul Wafi wafat dan dimakamkan di lingkungan Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo, Jawa Timur, tidak jauh dari komplek pemakaman para kiai pengasuh Nurul Jadid. Allah yarhamhu.

Dan berikut kami hadirkan kepada para pembaca salah satu warisan KH Hasan Abdul Wafi, Shalawat Nahdliyyah. Silahkan download teks, audio, dan video Shalawat Nahdliyyah karya KH Hasan Abdul Wafi pada link yang tertera di bawah. Semoga bermanfaat dan matur NUwun.

SHALAWAT NAHDLIYYAH KARYA AL-MAGHFURLAH KH HASAN ABDUL WAFI PAITON

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدْ
صَلَاةً تُرَغِّبُ وَتُنَشِّطُ
  2x وَتُحَمِّسُ بِهَا الْجِهَادْ لِإِحْيَاءْ، وَإِعْلَاءِ دِيْنِ الْإِسْلَامْ
2x وَإِظْهَارِ شَعَائِرِهْ عَلَى طَرِيْقَةِ، جَمْعِيَّةِ نَهْضَةِ الْعُلَمَاءْ
2x وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ
اَللّٰهْ اَللّٰهْ اَللّٰهُ اَللّٰهْ
ثَبِّتْ وَانْصُرْ أَهْلَ جَمْعِيَّةْ
2x جَمْعِيَّةْ نَهْضَةِ الْعُلَمَاءْ، لِإِعْلَاءِ كَلِمَةِ اللّٰهْ

ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA SAYYIDINA MUHAMMADIN, SHOLATAN TUROGGHIBU WA TUNASSYITU, WA TUCHAMMISU BIHAL JIHADA LI IHYA’I WA I’LAI DINIL ISLAMI, WA IDZHARI SYA’AIRIHI ‘ALA THORIQOTI JAM’IYYATI NAHDLOTIL ‘ULAMA WA ‘ALA ALIHI WA SHOHBIHI WA SALLIM, ALLOH, ALLOH, ALLOHU, ALLOH, TSABBIT WANSHUR AHLA JAM’IYYAH, JAM’IYYAH NAHDLOTIL ‘ULAMA, LI I’LAI KALIMATILLAH.

Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam kepada Sayyidina Muhammad, keluarga dan para sahabatnya, yang dengan berkah bacaan shalawat ini, jadikanlah kami senang, rajin, dan semangat dalam berjuang menghidupkan dan meninggikan agama Islam serta menampakkan syi’ar-syi’arnya menurut cara Jam’iyyah Nahdlatul Ulama. Ya Allah, teguhkanlah pendirian dan berikanlah kemenangan bagi warga Jam’iyyah Nahdlatul Ulama (Nahdliyyin) untuk meninggikan Kalimatillah (agama Islam dan seluruh ajarannya)“.

AUDIO MP3 DAN VIDEO SHALAWAT NAHDLIYYAH – KH HASAN ABDUL WAFI PAITON PROBOLINGGO

Download Shalawat Nahdliyyah

Video Pembukaan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama di Jombang Jawa Timur

$
0
0

Perhelatan akbar Muktamar Ke-33 Nahdlatul Ulama secara resmi telah dibuka Presiden RI Ir H Joko Widodo, pada Sabtu (1/8/2015) malam. Pemukulan bedug oleh sang presiden “Sarungan” menandai pembukaan Muktamar NU.

Ribuan peserta muktamar baik dari dalam dan luar negeri tampak hadir mengikuti pembukaan Muktamar NU yang dipusatkan di Alun-Alun Jombang, Jawa Timur. Lautan warga Nahdliyyin yang datang dari berbagai daerah pun secara berduyun-duyun ikut menyemarakan hajatan NU tersebut. Mulai dari kalangan pejabat sampai rakyat, kiai beserta santri, peserta resmi dan tak resmi atau biasa dikenal dengan peserta romli (rombongan liar/ rombongan lillahi ta’ala) atau muhibbin (peserta penggembira).

Bagi masyarakat yang tidak bisa hadir langsung masih dapat merasakan suasana pembukaan Muktamar NU melalui stasiun televisi yang secara langsung menyiarkan acara itu. Atau bisa juga melalui live streaming audio dan video yang juga menyiarkan secara langsung dari tempat muktamar.

Nah, bagi anda yang ingin menyaksikan ulang bagaimana jalannya pembukaan Muktamar ke-33 NU atau yang belum sempat menyaksikannya, silahkan tonton video pembukaan Muktamar NU yang diunggah oleh akun Wahyu Andre Maryono yang tertera di bawah.

VIDEO PEMBUKAAN MUKTAMAR KE-33 NAHDLATUL ULAMA DI JOMBANG JAWA TIMUR

KH Idrus Ramli Umumkan Pencalonan Diri Sebagai Ketua Umum PBNU Periode 2015-2020

$
0
0

Pejuang Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) yang juga Rais Syuriyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kencong, Jember, Jawa Timur dan Anggota Dewan Pakar Aswaja Center Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Muhammad Idurs Ramli, akhirnya mengumumkan pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU periode 2015-2020. Kiai Idrus menyatakan hal itu pada konferensi pers, di Media Center Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama, di Jombang, Senin (3/8/2015).

Menurut Kiai Idrus, dirinya sudah mendapatkan dukungan dari para kiai sepuh. “Latar belakang pencalonan saya sebagai Ketua Umum Tanfidziyah PBNU, karena pada tiga bulan lalu kami bertemu beberapa para kiai, dan disampaikan kepada saya bahwa NU perlu diselamatkan,” jelasnya.

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan ini pun menegaskan bahwa saat ini para pengurus di PBNU sibuk dengan urusan yang bukan berkaitan dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan aqidah Aswaja yang diusung oleh NU.

“NU mengalami pengeroposan aqidah yang dilakukan pihak penghancur NU. Hal itu yang menjadikan saya maju. Para kiai sangat prihatin terhadap oknum-oknum yang membelokkan NU di luar paham Ahlussunnah wal Jamaah,” katanya.

Kiai Idrus menyatakan sudah melakukan istikhoroh dan meminta petunjuk dan nasihat para kiai yang dekat dengannya untuk juga melakukan istikhoroh.

“Ini dasar saya..,” kata Kiai yang sering berhadapan dengan Wahabi Salafi, HTI, dan Syiah.

Kiai Idrus mengaku pencalonan dirinya sebagai Ketua Umum PBNU karena memiliki cita-cita ingin menjadikan NU sebagai poros Aswaja Indonesia maupun di dunia. NU yang berpijak dengan Qonun Asasi Hadratusy Syaikh KH Muhammad Hasyim Asy’ari. Ia juga berkeinginan menjadikan NU yang murni dakwah, pendidikan, dan sosial.

“Saya akan menjadikan pendidikan dari pesantren sekolah-sekolah NU menjadi pemimpin,” kata Kiai Idrus.

Pengumuman pencalonan ini menjadikan kandidat Ketua Umum PBNU bertambah. Kiai Idrus Ramli nantinya akan bersaing dengan 4 kandidat lainnya seperti KH Said Aqil Siradj, KH As’ad Said Ali, KH Salahuddin Wahid, dan KH Muhammad Adnan. Silahkan simak Profil Singkat 4 Calon Ketua Umum PBNU Periode 2015-2020 lainnya.

KH Muhammad Idrus Ramli Deklarasi Pencalonan Ketua Umum PBNU 2015-2020

Profil Singkat KH Muhammad Idrus Ramli

KH Muhammad Idrus Ramli, lahir di Jerreng Barat, Gugut, Rambipuji, Jember, pada 1 Juli 1975. Pada masa kecilnya, ia belajar al-Qur’an, tajwid, dasar-dasar agama dan gramatika Arab kepada Kiai Nasyith di Pondok Pesantren Nashirul Ulum, selain menamatkan SDN Gugut I tahun 1986. Ia kemudian melanjutkan belajar ke Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan (1986-2004) dengan menamatkan Ibtidaiyah (1990), Tsanawiyah (1994) dan Aliyah (1997). Tahun 1994, beliau ditugasi untuk mengajar di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Darut Tauhid Injelan Panggung Sampang Madura.

Ketika di pesantren sejak 1996-2003, Kiai Idrus Ramli aktif di Lembaga Bahtsul Masail PCNU Kabupaten Pasuruan. Tahun 2002-2004 aktif di kajian RMI Cabang Kabupaten Pasuruan. Setelah keluar dari Pondok Pesantren Sidogiri pada 2004, Kiai Idrus Ramli diangkat menjadi Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PCNU Jember periode 2004-2009, sambil mengajar di Pondok Pesantren Nurul Islam Antirogo Jember. Kemudian di tahun 2005, beliau mengajar di Pondok Pesantren Nurul Musthafa Benua Lima Amuntai Hulu Sungai Utara Kalimantan Selatan. Pada tahun 2007-2012, beliau diangkat menjadi anggota Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr (LTN) NU Jawa Timur. Dan pada tahun 2008- 2013, beliau diangkat menjadi Ketua Lajnah Ta’lif wa an-Nasyr dan Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail NU Kencong, Jember, Jawa Timur.

Sejak mengajar di pesantren 1998, KH Muhammad Idrus Ramli sering mengisi pelatihan kaderisasi Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang disebut ANNAJAH (istilah ASWAJA di Pondok Pesantren Sidogiri). Setelah keluar dari pesantren, beliau sering mengisi acara-acara seminar, halaqah dan pelatihan ASWAJA di beberapa cabang NU di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Aktif juga dalam diskusi dua bulanan di Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (INPAS) Surabaya.

Selain sebagai aktivis NU, Kiai Idrus Ramli juga dikenal sebagai sosok penulis yang banyak melahirkan karya-karya fenomal. Pengalaman tulis menulis yang ia miliki dimulai sejak menjadi staf redaksi Majalah Ijtihad (1995-1996), Pemimpin Redaksi Majalah Ijtihad (1997), Pemimpin Umum Buletin Istinbath (1998-2001), dan Pemimpin Redaksi Jurnal TAMASYA (2003), di Pondok Pesantren Sidogiri. Beliau juga aktif menulis di beberapa media seperti Majalah Santri (RMI), Aula (NU Jawa Timur), Jurnal al-Insan Jakarta, Buletin Sidogiri, Jurnal Maktabatuna (Pondok Pesantren Sidogiri), Majalah Aschol (Pondok Pesantren Syaikhona Kholil Demangan Bangkalan), Majalah Khittoh (NU Jember) dan lain-lain. Pada tahun 2008-2013, beliau menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Milenia ASWAJA (NU Rencong).

Kiai Idrus Ramli juga sangat aktif menghasilkan buku-buku keislaman khususnya yang mengangkat tema firqah atau faham-faham di luar ahlussunnah wal jama’ah guna membentengi umat dari firqah sempalan. Diantara buku yang sudah diterbitkan antara lain: Buku Pengantar Sejarah Ahlusunnah Wal Jama’ah, Benarkah Tahlilan & Kenduri Haram? (2012), Jurus Ampuh Membungkam HTI (2012), Hizbut Tahrir dalam Sorotan, Debat Terbuka Sunni vs Wahabi di Masjidil Haram, Jawaban terhadap Majalah Qiblati (2011), Buku Pintar Berdebat Dengan Wahhabi (2010), Kiai NU atau Wahabi yang Sesat Tanpa Sadar?, Membedah Bid’ah & Tradisi dalam Perspektif Ahli Hadits & Ulama Salafi, Madzhab Al-Asy’ari Benarkah Ahlussunnah Wal-Jama’ah?, dan lain sebagainya.

(Berbagai sumber)

Kisah Hikmah: Nabi Ibrahim Dibakar Oleh Raja Namrudz

$
0
0

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين وصلى الله على سيدنا محمد النبي الأمي وآله الطاهرين وصحابته أجمعين

Dikisahkan ketika Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrudz, maka semua langit dan bumi ini gemuruh dan menjerit. Semua makhluk Allah subhanahu wa ta’ala termasuk para malaikat dan juga makhluk Allah yang ada di muka bumi ini menjerit, kecuali hanya 2 jenis makhluk Allah saja yang tidak dapat mendengarnya, yaitu jin dan manusia. Para malaikat dan makhluk Allah ini khawatir bagaimana kalau Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ini sampai meninggal sehingga Raja Namrudz akan bangga dan bahagia. Mereka pun berkata kepada Allah,

Ya Allah, kalau sampai Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ini terbunuh oleh tangannya Namrud maka di muka bumi ini tidak akan ada lagi yang menyembahMu kecuali dia (Ibrahim)“.

Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala menjawab, “Kalau memang Nabi Ibrahim ini meminta pertolongan kepada kalian wahai malaikat, meminta pertolongan kepada selain Allah ta’ala, dan dia memanggilmu maka tolonglah dia. Tapi, jika ia hanya memanggil namaKu (Allah ta’ala), itu bukan urusan kalian, Saya yang lebih tahu bagaimana cara menyelamatkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam“.

Dalam kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ini, Allah subhanahu wa ta’ala mempunyai skenario kenapa Allah ta’ala membiarkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bisa ditangkap dan dilemparkan ke dalam api oleh Raja Namrudz. Padahal Allah subhanahu wa ta’ala itu berkuasa dan mampu menyembunyikan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dari mata Raja Namrudz, sebagaimana Allah ta’ala bisa menyembunyikan Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam dari matanya orang-orang kafir. Mengapa demikian? Karena Allah subhanahu wa ta’ala ingin menunjukan kepada Raja Namrudz dan kaumnya bahwa ada kekuasaan di atas kekuasaan semua manusia termasuk kekuasaan Raja Namrudz itu sendiri. Jadi, Allah subhanahu wa ta’ala memang membuat skenario agar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam bisa ditangkap karena Allah ta’ala ingin menunjukan bahwasanya kekuasaanNya itu jauh lebih besar daripada kekuasan Raja Namrudz tersebut.

Setelah ditangkap, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam kemudian dilemparkan dan dimasukan ke dalam api yang sudah disediakan oleh Raja Namrudz untuk membakar dirinya. Ketika dicampakan ke dalam api yang menyala-nyala, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam mengucapkan kalimah Hasbunallah wa ni’mal wakil (Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung). Subhanalloh, dengan izin kekuasaan Allah, Nabi Ibrahim ‘alahissalam yang ada di dalam kobaran api tersebut sama sekali tidak terbakar, bahkan satu helai rambut pun api itu tidak mampu membakarnya. Raja Namrudz dan kaumnya pun terheran-heran melihat kejadian aneh tersebut. Inilah salah satu kekuasaan Allah subhanahu wa ta’ala yang sangat luar biasa, sebagaimana firman Allah ta’ala:

قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلامًا عَلَى إِبْرَاهِيمَ

Kami berfirman: “Hai api, menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim” (Qur’an Surat Al-Anbiya: 69).

Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam juga diriwayatkan menyebut-nyebut kalimah Hasbunallah wa ni’mal wakil ketika di dalam peperangan (Badar), sehingga Allah memberikan kememangan kepada baginda shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam, seperti disebutkan dalam al-Qu’ran:

الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

“(Yaitu) orang-orang (yang menta’ati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS Ali Imran:173).

Para sahabat yang menjadi bala tentaranya Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam, yang ketika itu ditunjukan bahwa bala tentaranya orang-orang kafir itu lebih besar dan lebih banyak jumlahnya dari mereka, maka ini justru menambah keimanan mereka dan membuat para sahabat ini menjadi lebih berani. Semakin banyak bala tentaranya orang kafir maka akan semakin berani dan gigih para sahabat Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa alihi wa shohbihi wa sallam. Hasbunalloh wa ni’mal wakil, itulah semboyan yang didengungkan oleh para sahabat Rasulullah dalam menghadapi bala tentara orang-orang kafir sehingga mental para sahabat Rasulullah sudah menang sebelum maju berperang.

Dari uraian kisah di atas, kita dapat mengambil pelajaran penting. Kita sebagai hamba Allah subhanahu wa ta’ala tidak perlu takut dan gentar kepada siapapun yang kita hadapi karena kita masih punya Allah subhanahu wa ta’ala, dan sandarkan semua itu kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Di dalam kita  berikhtiar dan berusaha atau melakukan suatu tindakan, jangan pernah sekali-kali kita melupakan bahwasanya kemenangan, kejayaan, kebahagiaan, dan kesuksesan kita adalah dari Allah subhanahu wa ta’ala, Tuhan Yang Maha Berkuasa, Yang Maha Memberi Pertolongan, Maha Melindungi dan Maha Mengasihi.

Oleh: Sayyidil Habib Alwi bin Ali Al Habsyi, yang disarikan dari kajian rutin taklim Ahad pagi, pada 9 Agustus 2015, bertempat di Ma’had Darul Ilmi wad Da’wah Al Hidayah Surakarta.

HADIRILAH, IKUTILAH, DAN SYIARKANLAH:

Majelis Kajian Ahad Pagi Majelis Ta’lim Al Hidayah Solo binaan Sayyidil Habib Alwi bin Ali Al Habsyi, yang diadakan rutin setiap hari Ahad, pukul 08.30 WIB (Pagi), bertempat di Ma’had Darul Ilmi wad Da’wah Al Hidayah, Jl. Kaliwidas 2 Metrodanan, Pasar Kliwon, Surakarta (timur SD Islam Diponegoro Surakarta), dengan materi kajian:

  1. Fiqih: Kitab Sullamut Taufiq oleh Ustadz Nanang
  2. Sunnah Nabawi: Kitab Riyadhus Sholihin oleh Guru Mulia Sayyidil Habib Alwi bin Ali Al Habsyi
  3. Dzikir: Kitab Syarah Ratibul Haddad oleh Ustadz Abdullah Alkaf.

TERBUKA UNTUK UMUM DAN KHUSUS PRIA.

Innalillahi, Ulama Besar Ahlussunnah Suriah Syaikh Wahbah Az-Zuhaili Wafat

$
0
0

Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, umat Islam kembali kehilangan pewaris Nabi yang mendunia. Salah seorang ulama Ahlussunnah dunia di Damaskus Suriah Syaikh Wahbah Az-Zuhaili atau Wahbah bin Musthofa Az-Zuhaili dikabarkan wafat pada Sabtu sore (8/8) pada usianya yang ke 83 tahun.

Syaikh Wahbah merupakan salah satu ulama terkemuka asal Suriah diabad ini, anggota daripada Dewan Fiqh di Makkah, Jeddah, India, Amerika dan Sudan.

Biografi Syaikh Wahbah Az-Zuhaili

Syaikh Prof.Dr.Wahbah Az Zuhaili adalah cerdik cendikia (alim allamah) yang menguasai berbagai disiplin ilmu (mutafannin). seorang ulama fikih kontemporer peringkat dunia, pemikiran fikihnya menyebar ke seluruh dunia Islam melalui kitab-kitab fikihnya. Beliau dilahirkan di desa Dir `Athiah, utara Damaskus, Syiria pada tahun 1932 M. dari pasangan Mustafa dan Fatimah binti Mustafa Sa`dah.Ayah beliau berprofesi sebagai pedagang sekaligus seorang petani.

Beliau mulai belajar Al Quran dan sekolah ibtidaiyah di kampungnya. Dan setelah menamatkan ibtidaiyah di Damaskus pada tahun 1946 M. beliau melanjutkan pendidikannya di Kuliah Syar`iyah dan tamat pada 1952 M. Ketika pindah ke Kairo beliau mengikuti kuliah di beberapa fakultas secara bersamaan, yaitu di Fakultas Syari’ah, Fakultas Bahasa Arab di Universitas Al Azhar dan Fakultas Hukum Universitas `Ain Syams. Beliau memperoleh ijazah sarjana syariah di Al Azhar dan juga memperoleh ijazah takhassus pengajaran bahasa Arab di Al Azhar pada tahun 1956 M. Kemudian memperoleh ijazah Licence (Lc) bidang hukum di Universitas `Ain Syams pada tahun 1957 M, Magister Syariah dari Fakultas Hukum Universitas Kairo pada tahun 1959 M dan Doktor pada tahun 1963 M. Gelar doktor di bidang hukum (Syariat Islam) beliau peroleh dengan predikat summa cum laude (Martabatus Syarof Al-Ula) dengan disertasi berjudul “Atsarul Harbi Fil Fiqhil Islami, Dirosah Muqoronah Bainal Madzahib Ats-Tsamaniyah Wal Qonun Ad-Dauli Al-‘Am” (Beberapa pengaruh perang dalam fiqih Islam, Kajian perbandingan antara delapan madzhab dan undang-undang internasional) . Sungguh catatan prestasi yang sangat cemerlang.

Satu catatan penting bahwa, Syaikh Wahbah Az Zuhaili senantiasa menduduki ranking teratas pada semua jenjang pendidikannya. Ini semua menunjukkan ketekunan beliau dalam belajar. Menurut beliau, rahasia kesuksesannya dalam belajar terletak pada kesungguhannya menekuni pelajaran dan menjauhkan diri dari segala hal yang mengganggu belajar. Moto hidupnya adalah, “Inna sirron najah fil-hayat, ihsanus shilah billahi `azza wa jalla”, (Sesungguhnya, rahasia kesuksesan dalam hidup adalah membaikkan hubungan dengan Alloh `Azza wa jalla).

Karir Akademis

Setelah memperoleh ijazah Doktor, pekerjaan pertama Syaikh Wahbah Az Zuhailli adalah staf pengajar pada Fakultas Syariah, Universitas Damaskus pada tahun 1963 M, kemudian menjadi asisten dosen pada tahun 1969 M dan menjadi profesor pada tahun 1975 M. Sebagai guru besar, ia menjadi dosen tamu pada sejumlah univesritas di negara-negara Arab, seperti pada Fakultas Syariah dan Hukum serta Fakultas Adab Pascasarjana Universitas Benghazi, Libya; pada Universitas Khurtum, Universitas Ummu Darman, Universitas Afrika yang ketiganya berada di Sudan. Beliau juga pernah mengajar pada Universitas Emirat Arab.

Beliau juga menghadiri berbagai seminar internasional dan mempresentasikan makalah dalam berbagai forum ilmiah di negara-negara Arab termasuk di Malaysia dan Indonesia. Akan tetapi, di Medan belum pernah. Ia juga menjadi anggota tim redaksi berbagai jurnal dan majalah, dan staf ahli pada berbagai lembaga riset fikih dan peradaban Islam di Siria,Yordania, ArabSaudi,Sudan, India, dan Amerika.

Karya Ilmiah

Syaikh Wahbah Az Zuhaili sangat produktif menulis, mulai dari artikel dan makalah sampai kepada kitab besar yang terdiri atas beberapa jilid. Baru-baru ini beliau merampungkan penulisan ensiklopedia fiqih yang beliau tulis sendiri brjudul, “Maus’atul Fiqhil Islami Wal-Qodhoya Al-Mu’ashiroh” yang telah diterbitkan Darul Fikr dalam 14 jilid.

Di antara karya-karya beliau adalah

  • Al Fiqhul Islami wa Adillatuh
  • At Tafsir Al Munir
  • Al Fiqhul Islami fi uslubih Al Jadid
    Nadhoariyatudh Dhorurot Asy Syari`yah
  • Ushuul Fiqh Al Islami
  • Adz-Dzarai`ah fs Siyasah Asy Syari`ah
  • Al `Alaqot ad-Dualiyah fil Islam
  • Juhud Taqnin Al Fiqh Al Islami
  • Al Fiqhul Hanbali Al Muyassar
  • Al Fiqhul Hanafi Al Muyassar
  • Al Fiqhus Syafi’i Al Muyassar

Dr.Badi` As Sayyid Al Lahham dalam biografi Syaikh Wahbah yang ditulisnya dalam buku yang berjudul, “Wahbah Az Zuhaili al -`Alim, Al Faqih, Al Mufassir” menyebutkan 199 karya tulis Syaikh Wahbah selain jurnal, beliau juga500-an karya dalam bentuk makalah ilmiah. Demikian produktifnya Syaikh Wahbah dalam menulis sehingga Dr. Badi` mengumpamakannya seperti Imam As Suyuthi dimasa lampau. (Muslimedianews)

Viewing all 285 articles
Browse latest View live